Kamis, 18 Juni 2015

Resensi Buku Evaluasi Pendidikan K13



“Acuan & Teknik Penilaian Proses & Hasil Belajar Dalam Kurikulum 2013”
Oleh: Ach. Fatori
A.  IDENTITAS BUKU
Judul Buku                  : Acuan & Teknik Penilaian Proses & Hasil Belajar Dalam Kurikulum 2013
Cetakan                       : Pertama
Penulis                         : Dr. Kusaeri, M.Pd
Peresensi                     : Ach. Fatori
Tahun Terbit                : 2014
Penerbit                       : Ar-Ruzz Media
Kota Terbit                  : Yogyakarta
Halaman                      : 220 Hlm
ISBN                           : 978-602-313-025

B.  SINOPSIS
Evaluasi merupakan salah satu bagian dari sistem pembelajaran yang sangat vital, sebagus apapun Idealitas sebuah perencanaan proses pembelajaran pasti akan menemukan suatu yang berbeda dalam realitas pelaksanaanya. Tentunya perencanaan yang baikpun tetap membutuhakn sebuah Instrumen sebagai sebuah bentuk evaluasi, yang dalam hal ini buku yang dikaji adalah tentang acuan dan teknik penilaian serta proses belajar dalam kurikulum 2013.
Sebagai Instrumen pendidikan dan pengajaran, kurikulum tidaklah kaku. Karna melihat banyak perubahan dalam segala sektor, tentunya pembaharuan serta perbaikan harus dilakukan tidak lain untuk menyeimbangkan dengan realita kekinian. Begitu dengan Kurikulum harus tetap ada embaruan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman dalam memenuhi kebutuhan masa depan bangsa. Perubahan kurikulum bukan hanya menuntut perubahan dalam proses pembelajaran, akan tetapi juga proses penilaian. Penilaian dilakukan oleh guru (Observer)  untuk memberikan Informasi secara autentik tentang siswa tersebut, baik dalam  ranah pengetahuan, respon, emosioanl, integritas, logika, keterampilan, sikap, dan lain lain.dari penilaian tersebut guru dapat mengetahui perkembangan siswa baik yang perlu diperbaiki dan terus dikembangkan.
Dalam buku ini ada dua belas bab yang dibaha, meliputi: pengantar penilaian pendidikan, merumuskan tujuan pendidikan, validitas dan rehabilitas, serta teknik-teknik cara mendapatkan informasi tentang siswa baik menggunakan jalur tulis maupun non tulis.
Fungsi guru adalah tidak hanya mentransfer informasi kepada anak didiknya, tetapi juga menjadi observer bagi peserta didiknya. Tentu saja untuk menjadi observer yang baik dalam mendapatkan informasi bukanlah hal yang mudah, diperlukan petimbangan yang matang agar diperoleh sebuah infomasi yang benar dan tepat sehingga menjadi keputusan yang tidak merugikan siswa. Jika guru bisa mendapatkan Informasi yang kemudian menghasilkan keputusan yang tepat, maka hal itu bisa digunakan sebagai rekomendasi model pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi efektif.
Pembahasan tentang penilaian tidak bisa dilepaskan dari tujuan pendidikan, karena penilaian diturunkan dari tujuan pembelajaran secara mendetail. Kejelasan tujuan pembelajaran sangat membantu agar penilaian yang dilakukan benar-benar dapat mengukur apa yang telah diajarkan, serta juga dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.

C.  KELEBIHAN
Dari segi fisik, sampul buku sangat menarik karna kolaborasi antara warna serta tulisan judulnya serasi Sehingga mudah menarik perhatian pembaca, buku yang hanya memiliki sedikit halaman juga sangat efektif untuk dibawa kemana-mana serta penggunaan kertasnya yang tepat.
Dari segi isi, buku ini adalah buku pertama tentang evaluasi pembelajaran yang saya baca. Sebelum buku sejenis saya pernah saya kaji adalah bukunya S.Azwar tentang Sikap Manusia dan bu Bang Zakaria tentang penilaian Sikap. Namun dalam buku ini jauh lebih Verbal dan bersifat praktis dalam penyajiannya. Sehingga sangat mudah dipahami oleh pemula dalam mempelajari terkait evaluasi pendidikan. Sangat cocok bagi pembaca yang memiliki cara belajar visual

D.  KEKURANGAN
Secara fisik, buku ini kurang cocok dibaca oleh pembaca yang memiliki cara belajar kinestetik, karena kurang dikolaborasikan dengan gambar dan warna yang Indah.
Dari segi isi, hanya saja Intrumen penilaian dari beberapa teknik yang masih kurang, sehingga pembaca tidak bisa membayangkan sekilas tentang teknik tersebut, dan masih ada juga teknik penilaian yang memiliki refrensi yang lemah sehingga kurang leluasa dalam penyajianya.

Minggu, 01 Juni 2014

Pilih Jokowi Atau Prabowo

Pertanyaan ini pernah diajukan seorang kawan kepada saya. Pertanyaan yang sebenarnya cukup sederhana, tapi jawabannya sangat sulit. Sesungguhnya jawaban dari pertanyaan ini terkait pilihan politik kita masing-masing.

Dulu ketika pertanyaan ini diajukan, sebenarnya saya berharap bahwa pasangan capres dan cawapres tidak hanya dua seperti sekarang ini. Ketika itu saya jawab, “cari alternatif lain saja bung, dua-duanya tidak layak dipilih”. Saya menjawab demikian, karena baik kubu Jokowi maupun Prabowo, adalah sisa orde baru, yang ingin berkuasa kembali. Memang SBY sendiri juga adalah sisa orde baru, karena beliau merupakan salah satu jenderal didikan akademi militer orde baru. Selain itu, beliau adalah salah seorang elit militer pada masa orde baru. Sebagai seorang yang pernah menjadi elit militer orde baru, SBY tidak sepenuhnya menjalankan pola orde baru, ketika berkuasa. Memang pemujaan, alias penyembahan totemnya masih sama, yaitu masih diselenggarakannya upacara peringatan hari kesaktian Pancasila, tanggal 1 Oktober. Akan tetapi, pola represif dalam menjalankan kekuasaan, SBY berbeda jauh dengan orde baru, bahkan, kalau boleh dikata, Megawati jauh lebih represif, ketika menjalankan kekuasaan, dibanding SBY.

Jadi kalau Megawati, adalah sipil yang militeris, mungkin SBY ini adalah militer yang sipilis. Pada tahun 2014 ini, partai Megawati memenangi pemilu legislatif, walaupun calon presiden yang diajukan bukan Megawati, melainkan figur baru, Jokowi, yang dipoles lipstick oleh berbagai media mainstream.

Selentingan-selentingan seputar konflik internal PDIP, mewarnai pencapresan Jokowi. Wacana bahwa dia adalah boneka Mega dan PDIP begitu mengemuka, terutama karena penentu utama kebijakan di PDIP adalah Megawati.

Hal ini berbalik 180 derajat, ketika Jusuf Kalla (JK) diputuskan menjadi wapres Jokowi. Wacana boneka memang masih ada, persoalannya adalah siapa yang memainkan boneka itu. Sebagai seorang yang lebih senior, JK dianggap sebagai orang yang akan memainkan boneka Jokowi.

Ungkapan “Gesture never lie”, terbukti dengan jelas, ketika JK mengarahkan Jokowi supaya melambaikan tangan pada audiens di RSPAD Gatot Soebroto, sehabis tes kesehatan.

Gerbong JK berisikan orang-orang orde baru yang menampilkan diri sebagai sosok reformis. Sebut saja Suhardiman, elit SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia). SOKSI dan Suhardiman yang tergabung dalam sekber Golkar, adalah motor gerakan penggulingan Bung Karno di masa lalu. SOKSI sendiri dibentuk untuk menandingi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), organisasi buruh yang berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia (PKI).

Yang lucu adalah pernyataan Suhardiman terkait dukungannya terhadap Jokowi, kata sakti “Hak Asasi Manusia” (HAM), dijadikan dalih untuk mendukung Jokowi. Padahal, ketika menopang kekuasaan orde baru, si Suhardiman ini tidak pernah ngomong tentang pembantaian massal terhadap para kader dan simpatisan PKI, pasca Gerakan 30 September 1965.

Elit orba di gerbong JK berikutnya, adalah Jendral (purn) Luhut Panjaitan. Pernyataannya tentang jiwa korsa TNI, sebagai argumentasi pembelaan pada serangan kopassus terhadap penjara Cebongan, adalah bukti bahwa dia merupakan seorang militer yang militeris. Selain itu, dia juga pernah mengklaim telah menggagalkan kudeta Prabowo terhadap L.B Moerdani, Menteri Pertahanan dan Keamanan, sekaligus Panglima ABRI (Menhankam Pangab), ketika terjadi tragedi Tanjung Priok tahun 1984. Tragedi Tanjung Priok ini, bahkan pernah membuat Moerdani diadili di Mahkamah Militer orde baru. Oleh karena itu, sudah bisa disimpulkan keberpihakan politik pembela Moerdani, seperti Luhut Panjaitan, pada waktu itu.

Yang menggelikan adalah ketika Luhut minta Prabowo menuntaskan persoalan HAM, dan supaya pengadilan HAM terhadap Prabowo, dibentuk. Mengapa baru sekarang si Luhut ini ngomong seperti ini? Mengapa ketika peristiwa Tanjung Priok, ia tidak minta pembentukan pengadilan HAM terhadap L.B Moerdani?

Selain gerbong JK, di kubu Megawati, sudah terlebih dulu ada Jenderal (purn) Hendropriyono, komandan militer pada peristiwa talangsari di Lampung. Dia juga kepala BIN (Badan Intelijen Negara), di era Megawati. Pada masa inilah pejuang HAM, Munir meregang nyawa di pesawat. Jenderal orba lainnya, di kubu Jokowi, adalah Wiranto, Menhankam Pangab pada tragedi Trisakti, Semanggi 1 dan 2. Ketika beberapa mahasiswa tewas, dalam aksi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB), Wiranto dengan sadis, mengatakan bahwa RUU PKB, adalah RUU yang paling baik. Hal yang masih menjadi tanda tanya besar adalah, mengapa ia meninggalkan Jakarta dengan membawa semua kepala staf ABRI bersamanya, ketika berlangsungnya kerusuhan Mei tahun 1998 di Jakarta?

Selain JK, Luhut, dan Suhardiman, ada banyak anggota partai penguasa orba (Golkar), yang bergabung ke Jokowi. Sementara, Partai Golkar sendiri, memilih merapat ke Prabowo, taktik politik dua kaki, supaya tetap dalam kekuasaan.

Bagaimana dengan Prabowo? Sebagai salah seorang purnawirawan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan mantan anggota Golkar, juga pernah ikut konvensi capres Partai Golkar, tahun 2004, walaupun akhirnya kalah dengan Wiranto, Prabowo sudah jelas memang orang lingkaran dalam orde baru. Hal ini ditambah lagi dengan status masa lalunya, sebagai komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elit TNI angkatan darat (AD) dan suami dari Titiek anak Soeharto, penguasa tertinggi rezim orde baru.

Di akhir masa kekuasaan orde baru, sebuah kelompok penculik, yang bernama Tim Mawar, dibentuk oleh Kopassus pimpinan Prabowo, untuk menculik para aktivis anti orde baru Soeharto. Wiji Thukul, Herman Hendrawan, Suyat, Bimo Petrus, Andi Arief, Nezar Patria, Mugiyanto, Aan Rusdianto, adalah para aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik), yang diculik oleh Tim Mawar.
Prabowo, kemudian mengakui kalau dialah yang memberikan instruksi pembentukan Tim Mawar, hal yang mengakibatkan dia dipecat dari ketentaraan.

Akan tetapi, Prabowo juga menyatakan bahwa semua aktivis yang diculik atas perintahnya itu, telah dikembalikan dalam keadaan hidup, dan dilepaskan dalam satu tempat. Berikutnya, para aktivis itu diambil lagi oleh kelompok penculik kedua yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya. Para aktivis yang diculik kelompok kedua, juga tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang. Terlepas dari pernyataan Prabowo, bahwa ia tidak memerintahkan pembunuhan para aktivis tersebut, penculikan yang dia perintahkan adalah salah satu kesalahan besar, yang mengangkangi Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. Pledoi yang diberikan oleh Prabowo, adalah bahwa penculikan aktivis ini, adalah hal yang dianggap benar oleh rezim orde baru kala itu.

Sebenarnya, Prabowo adalah orang yang paling berkepentingan untuk membongkar kasus penculikan aktivis dan tragedi Mei 1998. Hal itu penting karena jika apa yang dinyatakannya benar, maka otomatis namanya akan bersih. Hanya saja, sangat disayangkan, belum ada penguasa di Indonesia pasca Soeharto yang dengan serius membongkar kasus ini. Prabowo sebenarnya adalah orang yang dibuang oleh rezim orde baru Soeharto, karena dia tidak menuruti semua perintah yang diberikan oleh penguasa tertinggi orba padanya. Pasca pemilu legislatif kemarin, dalam situs detik.com sempat dijelaskan bahwa hal yang menjadi penyebab percerarian Titiek dan Prabowo, adalah didorong oleh penolakan Prabowo menembaki mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR.

Sekarang, kembali pada pertanyaan awal tadi, pilih Prabowo atau Jokowi? Jawaban saya masih sama, bahwa tidak ada capres yang layak dipilih, baik itu Prabowo maupun Jokowi, amis darah korban rezim orde baru Soeharto, masih tercium dengan jelas dari kedua kubu ini. Para korban pembantaian massal 1965 tentu tidak akan melupakan SOKSI dan sekber Golkar, yang menari-nari di atas penderitaan mereka. Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya tetua SOKSI yang berkuasa penuh di SOKSI, memilih merapat ke kubu Jokowi. Jusuf Kalla, mantan ketua Partai Golkar, sekarang adalah cawapres pendamping Jokowi.

Selanjutnya, para korban peristiwa Talang sari tahun 1989, tentu masih teringat dengan kekejian tentara Hendropriyono, yang menghabisi nyawa saudara-saudara mereka. Hendropriyono bersama Wiranto (Menhankam Pangab pada tragedi Trisakti dan Semanggi) sekarang adalah bagian dari pengarah dalam tim sukses Jokowi-JK.

Untuk Prabowo, keluarga korban penculikan tentu tidak akan melupakan aksi penculikan kelompok penculik terhadap keluarga mereka pada tahun 1998. Selama kebenaran terkait kasus penculikan ini tidak terungkap, makas selama itu pula, Prabowo akan selalu dikaitkan dengan kasus penculikan aktivis ini. Kalangan rakyat yang tidak pelupa, tentu juga tidak akan melupakan bahwa Prabowo pernah menjadi bagian dari keluarga Cendana yang telah menjarah Indonesia berpuluh-puluh tahun lamanya.
#TM

Kamis, 29 Mei 2014

Inikah Penyebab Prabowo dan Titiek Soeharto Berpisah

Inilah Fakta Sebenarnya Tentang Prabowo Subianto Yang Tidak Terungkap Media - Jika kita bicara tentang sosok Prabowo Subianto, mungkin bagi yang tahu pasti akan di kaitkan dengan tragedi kerusuhan Mei 1998 dimana Prabowo Subianto menjadi salah satu aktornya. Itu yang di gemborkan media yang mungkin Anda tahu. Tapi tahukah Anda bahwa sebenarnya faktanya tidak seperti itu, sebenarnya Prabowo Subianto lah yang di jadikan kambing hitam dalam tragedi Mei 1998. Anda penasaran ?, mari kita simak ulasannya tentang fakta tentang Prabowo Subianto yang  sebenarnya seperti yang ditayangkan oleh Kompas TV. Artikel ini cukup panjang sekali, jadi harap dibaca dengan sabar dan seksama ya.

Fakta Prabowo Subianto

Jum’at 14 Maret 2014, Kompas TV menayangkan Prabowo Subianto dalam acara Aiman Dan…. Prabowo adalah salah satu nama yang maju dalam pemilihan presiden Republik Indonesia. Karena posisi presiden di RI, sesungguhnya lebih berkuasa daripada presiden Amerika Serikat maupun Rusia, presiden RI haruslah yang terbaik dari yang ikut bertarung. Tulisan ini bukan sebagai kampanye, karena saya bukan kader Partai Gerindra, namun hanya untuk mengulas mengenai sosok Prabowo Subianto yang kontroversial dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Tujuannya adalah agar masyarakat mendapatkan informasi yang lengkap dan berimbang tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya termasuk Prabowo. Mengingat begitu krontroversial dan banyaknya disinformasi mengenai tokoh yang satu ini.

Prabowo lahir di Jakarta 17 Oktober 1951. Beliau adalah mantan Danjen Kopasus (Komandan Jenderal Komando Pasukan Kuhusus), pengusaha sukses, politisi, dan calon presiden 2014. Prabowo adalah putra dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo. Beliau juga cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo yang merupakan anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan juga merupakan pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI). Dari silsilahnya tampak bahwa Prabowo memiliki “darah biru” elit pemimpin Indonesia. Bahkan jauh sebelum republik ini lahir.

Prabowo menikahi Titiek, putri Presiden Soeharto. Saat ini, Titiek sendiri menjadi calon anggota legislatif dari Partai Golongan Karya (Golkar). Keputusan yang tampak prospektif saat itu namun menjadi blunder dalam hidupnya dikemudian hari. Dengan latar belakang keluarga intelektual, Prabowo mewarisi kecerdasan ayahnya. Beliau dikenal sangat cerdas di sekolah maupun di AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Meski beliau adalah alumnus AKABRI (1974), namun tidak banyak yang tahu bahwa setelah lulus SMA, Prabowo juga diterima di American School In London, Britania Raya.

Karirnya dibidang militer terbilang sangat cemerlang dan membanggakan. Karir militer Prabowo termasuk yang tercepat dalam sejarah ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Prabowo bahkan sempat disebut sebagai “The Brightest Star”. Dialah jenderal termuda yang meraih 3 bintang pada usia 46 tahun.
Sebagai sesama orang militer, Prabowo bisa dianggap sebagai “antitesa” dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mungkin karena karir beliau yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur. Meski sama-sama merupakan “The Rising Star” di tubuh ABRI saat itu, SBY lebih dikenal sebagai perwira intelektualnya ABRI. Berbeda dengan SBY yang cenderung analitis dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, sebagai perwira lapangan Prabowo cenderung cepat, take action. Saat keputusan sudah dibuat Prabowo akan menjalankannya dengan penuh “determinasi”. Beliau siap menanggung segala konsekuensinya.

Salah satu contohnya adalah perihal peristiwa penculikan aktivis yang telah mencoreng nama baik dan menjadi penyebab kehancuran karir militernya. DKP (Dewan Kehormatan Perwira) yang menyelidiki kasus ini tidak pernah mngungkapkan hasil pemeriksaannya kepada publik. Tidak juga kepada Prabowo yang notabene menjadi tertuduhnya. Tampaknya Wiranto sengaja mengambil manfaat agar prasangka publik menghukum Prabowo lebih berat daripada “dosanya”. Meski Prabowo berikeras mengatakan tak pernah perintahkan. Namun beliau mengambil alih tanggung jawab anak buahnya. “Saya ambil alih tanggung jawabnya.” Begitu kata beliau saat itu. Sikap yang harus dibayar mahal dengan hancurnya karir militer yang gilang gemilang, namun juga menunjukkan kualitas kepemimpinan Prabowo. Jika Prabowo benar bersalah, mengapa justru korban-korban penculikan seperti Pius L Lanang dan Desmond J Mahesa justru menjadi pengurus Partai Gerindra?

Meski begitu, kualitas kepemimpinan Prabowo justru sudah teruji di saat-saat paling kritis yang pernah dialami negeri ini. Bagi mereka yang lelah dengan kepemimpinan yang lemah, lama mengambil keputusan, selalu terkesan ragu-ragu tampaknya Prabowo adalah jawabannya. Bagi mereka yang muak dengan pemimpin yang sibuk selamatkan diri sendiri saat ada masalah maka Prabowo adalah pilihan yang patut dipertimbangkan. Dibanding memilih mengorbankan anak buahnya, Prabowo memilih untuk ambil alih tanggung jawab dan menanggung sendiri resikonya. Seorang kapten kapal yang baik bukanlah yang pertama selamatkan diri saat kapal tenggelam, tetapi justru yang terakhir. Seperti terlihat dalam film Titanic, ketika kapal sudah mulai tenggelam, kapten kapal memastikan semua penumpang selamat, dan akhirnya dirinya sendiri gagal selamat. Sayang, karir militer Prabowo yang gilang gemilang itu berakhir dengan cara yang kurang mengenakkan. Bahkan bisa dikatakan memilukan.

Prabowo bisa dikatakan pihak yang dikalahkan dalam proses perebutan kekuasaan dan pengaruh di tubuh militer pada masa-masa kritis tahun 1998. Berbicara tentang Prabowo kita tidak bisa lepas dari peristiwa kelam Mei 1998 yang mencoreng nama bangsa Indonesia selamanya. Sebagai pihak yang kalah Prabowo menjadi “kambing hitam” dari semua kejadian tersebut. Seperti kata pepatah, tinta sejarah adalah milik pemenang. Ini tentu saja berpotensi menjadi pengganjal pencapresannya. Stigma sebagai “penjahat kemanusiaan” pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkan Prabowo. Jika memang benar Prabowo adalah tokoh yang bertanggung jawab terhadap peristiwa itu maka dia sudah menerima segala hukumannya. Bayangkanlah perasaan Prabowo yang karir gemilangnya di dunia militer yang begitu dicintainya itu harus berhenti dengan sejuta rasa malu dan aib. Lalu bagaimana jika semua itu tidak benar? Layakkah Prabowo tersandera oleh prasangka tanpa bukti? Lantas layak pulakah bangsa Indonesia kehilangan kesempatan untuk dipimpin oleh putra terbaiknya?

Jauh sebelum peristiwa Mei 98 proses penghancuran nama baik Prabowo sudah terjadi. Semua berawal dari rivalitas antara Prabowo dan Wiranto. Ketidak harmonisan Prabowo dan Wiranto memang sudah berlangsung sejak lama. Mungkin karena latar belakang keduanya yang jauh berbeda. Prabowo yang kosmopolitan cenderung memiliki pola pikir yang terbuka. Sementara Wiranto dengan latar belakang Jawa yang sangat kental lebih tertutup. Namun Prabowo yang terbiasa dengan persaingan terbuka sejak kanak-kanak menganggap rivalitas semacam itu sebagai hal biasa dan tidak dijadikan personal. Berbeda dengan Wiranto yang berlatar belakang sangat “Jawa Tradisional” itu, dia lebih mirip dengan Soeharto dalam menyikapi suatu rivalitas. Lihat saja nasib yang menimpa pesaing-pesaing Soeharto yang mengganggu karir militer atau politiknya di masa lalu. Jika tidak mati, membusuk di penjara. Salah satu contohnya adalah kawan saja, Fadjroel Rachman, yang sempat mendekam di Nusa Kambangan dan kehilangan teman-temannya. Fadjroel sendiri akhirnya bebas ketika Habibie menjadi presiden.

Indikasi ketidaksukaan Wiranto terlihat dengan absennya beliau sebagai Pangab (Panglima ABRI) dalam acara serah terima Pangkostrad Letjen Soegiono kepada Prabowo. Begitu juga saat pemberhentian secara hormat Prabowo sebagai perwira militer. Beliau mencopot tanda-tanda pangkat Prabowo dengan satu tangan saja. Proses berakhir secara paksanya karir militer Prabowo memang tidak bisa dilepaskan dari rivalitas perwira muda dan perwira tua. Prabowo sebagai gambaran perwira muda tentu saja menjadi sasaran tembak utama saat itu. Posisi Prabowo saat itu benar-benar terjepit. Di satu sisi dia adalah menantu penguasa yang sedang menjadi sasaran sentimen negatif rakyat. Di sisi lain akibat manuver Wiranto dkk, Soeharto yang masih punya pengaruh justru membencinya sampai ke ubun-ubun. Sampai-sampai kepada penggantinya Habibie, beliau menyampaikan pesan khusus untuk “mengamankan” Prabowo. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Semua tidak terlepas dari peristiwa Mei yang mengerikan itu. Peristiwa yang hingga kini masih menghantui republik ini.

Ada 3 tuduhan utama yang diarahkan kepada Prabowo, yaitu: Penculikan akitivis, penembakan mahasiswa Trisakti, dan dalang kerusuhan Mei 1998. Tidak satupun tuduhan tersebut yang terbukti. Seandainya Prabowo bersalah bukankah Pangab saat itu Wiranto? Bukankah sebagai panglima beliau yang seharusnya paling bertanggung jawab? Mengapa hingga saat ini Prabowo tidak pernah diberitahu tentang hasil penyelidikan DKP sehingga tidak bisa membela diri? Mengenai penembakan mahasiswa Trisakti, Wiranto juga terkesan sengaja ‘buying time’ dengan tidak mengusut kasus ini secara cepat. Akibatnya tuduhan kembali ke Prabowo, yang jadi bulan-bulanan opini publik, dicurigai sebagai orang dibalik penembakan itu. Meski banyak sekali keanehan terhadap tuduhan ini namun fitnah sudah mencapai sasaran. Dan sekali lagi Prabowo terlanjur menjadi pesakitannya. Tuduhan mengarahkan Prabowo di balik penembakan, dengan konspirasi anggota kopasus memakai seragam Polri sebagai pelaku penembakan snipper. Teori konspirasi ini tidak pernah terbukti, karena peluru snipper diatas 7 mm dan proyektil peluru tertanam di korban kaliber 5,56 mm. Sementara korban dipilih secara acak. Kalau snipper akan memilih misalnya pemimpin demo atau target pilihan. Lima hari setelah insiden Trisakti, Prabowo datang ke rumah Herry Hartanto. Di bawah Alquran dia bersumpah. Di depan Syaharir Mulyo Utomo orang tua korban, “Demi Allah saya tidak pernah memerintahkan pembantaian mahasiswa.”

Perihal keterlibatan Prabowo atas penembakan mahasiswa Trisakti, tanggal 14 Mei terjadi pertemuan di Makostrad (Markas Komanda Staf Angkatan Darat) atas inisiatif Setiawan Djodi. Pertemuan antara Prabowo dan tokoh masyarakat, antara lain: Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Fahmi Idris, Bambang Widjoyanto. Dalam pertemuan itu Prabowo ditanya tentang keterlibatannya. Prabowo menjawab, “Demi Allah saya tidak terlibat, saya di set-up.” Menurut Buyung terlihat jujur. Peristiwa selanjutnya semakin memperkuat ketidak terlibatan Prabowo atas peristiwa penembakan mahasiswa tersebut. Puspom ABRI Sjamsu Djalal menghadapi kesulitan memaksa Kapolri Dibyo Widodo untuk menyerahkan anggotanya yang dicurigai terlibat. Disinilah peran Wiranto terlihat.

17 hari setelah insiden itu berlalu baru Wiranto memanggil Dibyo untuk memerintahkan untuk menyerahkan anggota. Itupun anggota diserahkan ke Polda bukan ke POM ABRI. Padahal Polri saat itu masih menjadi bagian ABRI dan Pangabnya adalah Wiranto. Sementara senjata sebagai barang bukti baru diserahkan tanggal 19 Juni 98. Hampir satu bulan sejak peristiwa terjadi. Kelak tahun 2000, uji balistik di Belfast, Irlandia membuktikan bahwa peluru berasal dari anggota Polri unit gegana. Siapa sesungguhnya dibalik pristiwa itu? Siapa yang beri perintah? Jelas bukan Prabowo yang sebagai Pangkostrad tidak punya jalur komando ke Polri. Dalam militer, garis komando benar-benar diterapkan. Bagaimana dengan tuduhan Prabowo sebagai otak dibalik kerusuhan Mei 98? Benarkah dia yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? Atau kembali lagi beliau dikorbankan akibat proses perebutan kekuasaan terselubung diantara para elit militer saat itu? Apakah benar kerusuhan tersebut terjadi karena spontanitas atau ‘crime by omission’ (kejahatan karena pembiaran) atau bahkan ‘terror by design’ (teror yang didesain)?
Mari kita kembali ke zaman yang tidak mengenakkan itu. Kadang untuk mencari kebenaran sejarah kita butuh “mesin waktu”. Tampaknya kita harus memanggil Doraemon ke sini sekarang. Kita juga membutuhkan testimoni para pelakunya yang saat ini masih hidup bahkan sedang berkuasa. Sedikit dari kita yang mengetahui apa peran SBY dalam proses pergantian kekuasaan saat itu. Padahal beliau juga cukup berperan. Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa penembakan mahasiswa Trisakti mengakibatkan terjadinya kerusuhan besar-besaran. Benarkahkah demikian? Bukti-bukti menunjukkan bahwa kerusuhan Mei 98 itu bukanlah spontanitas kemarahan warga akibat peristiwa Trisakti. Adakah rekayasa pihak tertentu atau setidaknya pembiaran sehingga peristiwa itu bisa terjadi? Mari kita lihat secara jernih bukti-bukti yang ada.

Satu peristiwa yang bisa dijadikan kunci keterlibatan Wiranto pada peristiwa tersebut adalah kepergiannya ke Malang saat ibukota sedang genting-gentingnya. Sebab Wiranto sudah tahu akan ada kerusuhan di ibukota, tetapi tetap bersikukuh untuk pergi ke Malang. Acara di Malang adalah serah terima PPRC dari Divisi I ke Divisi II. Wiranto menjadi Inspektur upacara (irup) nya. Sebenarnya itu adalah acara rutin yang bisa diwakilkan. Bayangkan, untuk serah terima Pangkostrad saja dia bisa berhalangan hadir. Bagaimana mungkin dalam kondisi ibukota yang genting dia sebagai pemegang kunci komando lebih memilih jadi irup acara seremonial seperti itu? Sangat tidak bisa diterima akal sehat. Apalagi mengingat tanggal 13 Mei malam Wiranto memimpin rapat Garnisun Jakarta untuk menanyakan situasi terakhir. Lebih mencurigakan lagi bahwa Kasum TNI Fahariur Razi saat itu sudah ditunjuk Pangkostrad Prabowo menjadi irup di Malang. Tetapi sekonyong-konyong diambil alih oleh Wiranto. Suatu kebetulan atau kesengajaan? Mungkinkah Wiranto sebagai Pangab tidak tahu menahu kondisi Jakarta? Dalam kondisi ibukota terjadi kerusuhan Wiranto malah pergi ke Malang dengan mengajak komandan-komandan seperti Danjen kopasus, komandan Marinir, dll. Lebih mencurigakan lagi sebenarnya Prabowo sudah brulang kali menghubungi Wiranto untuk membatalkan kepergiannya. Wiranto menjawab “Show must goon”. Ini mirip dengan Soeharto tahu akan gerakan 30 September namun sengaja tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya.
Sebelumnya, saat situasi makin mengarah rusuh 12 Mei 1998 Panglima TNI Wiranto tidak memerintahkan pasukan untuk berada di Jakarta. Atas permintaan Pangdam Jaya yang mendapat perintah dari Mabes ABRI, Pangkostrad Prabowo kemudian membantu pengamanan ibukota. Pangkostrad Prabowo kemudian membantu Pangdam Jaya dengan mendatangkan pasukan dari Karawang, Cilodong, Makasar, dan
Malang untuk membantu Kodam. Tetapi sekali lagi Wiranto tidak mau memberi bantuan pesawat Hercules sehingga Prabowo mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala. Seharusnya jika negara dalam keadaan genting seperti itu panglima wajib mengambil alih komando dan secara fisik wajib berada di lokasi. Tetapi yang terjadi justru tidak terlihat sedikitpun i’tikad baik Wiranto untuk mencegah terjadinya kekacauan yang menelan korban hingga ribuan orang tersebut. Anehnya justru belakangan kubu Wiranto yang melemparkan kesalahan kepada Prabowo yang dianggap mengakibatkan kerusuhan itu. Bukankah Wiranto sudah menggelar rapat Garnisun tanggal 13 Mei untuk menanyakan situasi terakhir? Apakah Zaki Anwar Makarim sebagai ketua Badan Intelijen ABRI tidak pernah mengingatkan Wiranto akan ada kerusuhan? Bukankah Prabowo sendiri sudah mengingatkan Wiranto akan terjadi kerusuhan dan mencegahnya pergi ke Malang? Mengapa Wiranto tidak bergeming? Lantas apa sebenarnya tujuan Wiranto membentuk Pam Swakarsa? Pam Swakarsa ini rencananya akan dipakai sebagai perlawanan kalangan sipil terhadap demo yang semakin menjadi-jadi saat itu. Untuk Pam Swakarsa sendiri, memiliki produk “unggulan” yaitu Front Pembela Islam (FPI) yang kemudian direspon oleh hadirnya Jaringan Islam Liberal (JIL). Namun belakangan dicurigai bahwa justru Pam Swakarsa inilah salah satu penyulut kerusuhan Mei tersebut. Jauh sebelum peristiwa Mei terjadi, mantan Kakostrad Kivlan Zein bersaksi bahwa dialah yang diperintahkan Wiranto untuk membentuk Pam Swaraksa. Mengapa Wiranto menolak permohonan bantuan Hercules Prabowo sehingga dia harus mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala? Mengapa saat Prabowo mengerahkan pasukan untuk berusaha menghentikan penjarahan “sistematis” toko-toko, justru Panglima TNI melalui Kasum Fahariur Razi malah melarang pengerahan pasukan untuk membantu Kodam Jaya? Mengapa panser-panser dan pasukan yang sudah siap saat itu tidak bisa bergerak karena menunggu perintah yang tidak kunjung datang? Keragu-raguankah atau kesengajaan? Yang jelas akibatnya ribuan nyawa melayang sia-sia, ratusan wanita diperkosa, aset-aset pribadi dibumi hanguskan.

Bukti lain semakin mengarah kepada Wiranto sebagai dalang sesungguhnya dari kerusuhan Mei 98 dari pengakuan mantan Ka Puspom ABRI Sjamsu Djalal. Melihat kondisi ibukota yang semakin tidak terkendali, beliau menyarankan untuk memberlakukan jam malam. Namun Wiranto tidak bergeming. Artinya ada lebih dari satu orang yang memberi peringatan kepada Wiranto saat itu. Jadi keputusannya berangkat ke Malang adalah bagian dari “rencana”. Makin terkuak disini bahwa Prabowo yang justru berupaya mengamankan situasi malah dijadikan kambing hitam sebagai pelaku kudeta.

Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkah kerusuhan Mei itu murni spontanitas warga atau karena rekayasa dalam kaitan perebutan kekuasaan saat itu? Mengenai pembentukan Pam Swakarsa, Kivlan Zein sudah memberi testimoni bahwa itu adalah bentukan Wiranto. Dia yang ditugasi perintah pembentukan Pam Swakarsa diberikan oleh Wiranto. Dia panggil Kivlan Zein untuk meminta dana dari Setiawan Djodi. Pertemuan ini diatur oleh Jimmly Asshidiqie. Dalam pertemuan tersebut Wiranto mengatakan ini perintah Habibie. Jimmly akrab dengan Habibie dalam ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Kerusuhan yang terjadi karena spontanitas biasanya meluas dengan menjalar. Tidak serempak dimulai di seluruh penjuru kota dalam waktu yang bersamaan. Satu-satunya jawaban yang bisa diterima akal sehat adalah bahwa kerusuhan itu terjadi “by design”, dimulai berdasarkan komando pihak-pihak tertentu. Mengapa pada pagi hari tanggal 14 Mei ada pasukan dari Solo diterbangkan ke Jakarta dan mendarat di Halim? Disaat yang sama kerusuhan terjadi bersamaan antara Jakarta dan Solo. Semua terjadi pada pagi hari di waktu yang persis bersamaan. Tidak ada jeda. Seolah-olah mengisyaratkan bahwa kerusuhan di kedua kota ini sudah direncanakan matang sebelumnya dan dibawah komando yang sama. Disaat massa mulai menjarah di Jakarta disaat yang sama kejadian serupa terjadi di Solo. Modusnya sama persis. Jika kerusuhan itu spontanitas, mengapa dimulai secara serempak di berbagai penjuru Jakarta sekaligus Solo?

Di salah satu pertokoan, ada kesaksian seorang ibu yang mencari anaknya yang ikut masuk ke Jogja Plaza karena disuruh seseorang. Tetapi dilantai 2 ditampar dan disuruh keluar dan akhirnya keluar sebelum pintu ditutup dari luar. Kita tahu akhirnya Jogja Plaza dibakar. Mungkinkah mahasiswa atau penduduk urban sengaja memasukkan massa ke dalam gedung lalu membakarnya dari luar? Atau ada pihak tertentu yang sengaja memobilisasi massa supaya terjadi kondisi kekacauan yang memungkinkan pihak-pihak tertentu ambil peranan? Sebagaimana yang kita ketahui selanjutnya, kondisi kacau itu sendiri akhirnya mempercepat proses jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan. Lalu siapakah yang diuntungkan dari jatuhnya Soeharto? Adakah Wiranto dkk atau Prabowo? Yang jelas sesaat setelah lengsernya Soeharto, Wiranto sebagai Pangab dengan mudahnya menghancurkan karir militer Prabowo.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada aktivis mahasiswa 98, disini disampaikan bahwa sesungguhanya kejatuhan Soeharto bukan karena demo. Tetapi lebih karena pengkhianatan para elit, baik sipil maupun militer yang mana mereka sesungguhnya bagian dari kroni Soeharto sendiri. Peristiwa jatuhanya Soeharto dari kekuasaanya itu sendiri lebih tepat dikatakan hasil dari sebuah kudeta halus (soft coup) yang memanfaatkan demonstrasi mahasiswa yang merebak dimana-mana sebagai “pemicu”nya.

Rupanya dalam suasana genting jatuhanya kekuasaan Soeharto itu diwarnai pula oleh rivalitas yang muncul ke permukaan diantara para perwira ABRI. Akibat lemahanya kepemimpinan Wiranto sebagai Pangab ditambah suasana yang tidak menentu. Masing-masing perwira berusaha mencari manfaat atas situasi tersebut. Para perwira berusaha “berinvestasi” pada masa depan masing-masing, setidaknya mengamankan posisi mereka masing-masing. Pada saat itu terlihat jelas di tubuh ABRI sendiri tidak solid dibawah satu komando. Masing-masing punya agenda sendiri-sendiri dan saling curiga satu sama lain.

Salah satu contohnya adalah adanya siaran pers dari puspen (pusat penerangan) ABRI menjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto. Siaran pers yang walau dibantah langsung oleh Wiranto namun turut mempercepat proses lengsernya Soeharto. Salah satu isi dari rilis tersebut adalah dukungan terhadap sikap PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang mendukung Presiden Soeharto lengser. Sebenarnya itu bukan merupakan rilis resmi ABRI karena tidak memakai kop surat dan tidak ditanda tangani. Menurut Makodongan, siaran pers dukungan terhadap sikap PBNU itu dibuat oleh Mardianto dan Kasospol saat itu, SBY. Meski tengah malam itu juga Wiranto membangunkan seluruh perwira untuk menarik rilis itu dari seluruh media massa agar tidak diterbitkan. Namun sudah terlanjur beredar dan Soeharto yang tahu tentang ini semakin kehilangan perspektif terhadap kondisi lapangan, terutama mengenai dukungan ABRI. Kejadian ini semakin memperburuk hubungan Prabowo dan Wiranto karena dia menganggap Prabowo-lah yang mengadukan ini ke Presiden.

Tanggal 18 Mei Harmoko yang selalu menjilat Soeharto akhirnya menjadi “Brutus” dengan meminta beliau secara arif dan bijaksana untuk mundur. Sikap Harmoko ini cukup mengejutkan mengingat keberadaannya sebagai Ketua DPR/MPR adalah semata-mata untuk mengamankan kekuasaan Soeharto. Sebelumnya dia selalu langganan dipilih sebagai menteri oleh Soeharto. Bisa dikatakan dia memperoleh segala-galanya karena Soeharto. Namun karena desakan mahasiswa dan tokoh masyarakat akhirnya dia memilih untuk menyelamatkan diri sendiri. Namun begitu pernyataan pemimpin DPR/MPR itu, disambut gegap gempita oleh mahasiswa yang menduduki gedung DPR dan masyarakat seluruh Indonesia. Tetapi kegembiraan itu tidak berlangsung lama karena sekitar pukul 23:00 WIB Wiranto menyampaikan bahwa ABRI menolak pernyataan Harmoko itu.

Melihat situasi yang semakin tidak menguntungkan kekuasaannya sebenarnya Soeharto sudah berniat mundur dari jabatannya. Namun dia ingin memastikan pasca mundurnya dia sebagai presiden tidak ada kekacauan yang membuka peluang bagi militer untuk berkuasa. Tanggal 19 Mei dibuatlah pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat, seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, dll, minus Amien Rais. Dalam pertemuan tersebut Soeharto menyatakan akan membentuk Kabinet Reformasi yang akan menyiapkan pemilu. Sementara itu menjelang rencana Amien Rais yang akan mengumpulkan massa di Monas tanggal 19 Mei, Wiranto mengadakan rapat di Mabes. Dalam rapat yang dihadiri para perwira tinggi militer itu kembali muncul perbedaan antara Prabowo dan Wiranto. Dalam rapat itu Wiranto mengatakan bahwa perintah yang dibuat adalah mencegah masuknya pendemo dengan segala cara (at all cost). Prabowo bertanya berulang-ulang apa maksud perintah itu? Apakah akan digunakan peluru tajam? Pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan jelas oleh Wiranto. Kivlan Zein menggelar tank dan panser dengan perintah, “Lindas saja mereka yang memaksa masuk Monas!” Kivlan Zein meminta Prabowo agar Amien Rais membatalkan rencana demo sejuta umat di Monas. “Dari pada saya dimusuhi umat Islam lebih baik saya tangkap Amien Rais” kata Kivlan. Akhirnya Amien Rais membatalkan rencana demo di Monas.
Saat menghadapi Habibie, Prabowo berkata, “Pak, bapak sepuh mungkin akan lengser siapkah anda menggantikannya?” Bapak sepuh adalah sapaan Prabowo kepada Soeharto yang saat itu menjadi mertuanya. Selanjutnya Prabowo meminta Habibie untuk mempersiapkan diri. Disini terlihat bahwa Prabowo merasa tidak punya masalah dengan Habibie. Jika kita membaca ulang berita-berita media jauh sebelumnya, juga tampak jelas hubungan kedua tokoh ini sangat akrab. Berulang kali Prabowo menyampaikan kekagumannya pada Habibie, begitu juga sebaliknya. Prabowo yang berhasil meredakan situasi merasa akan mendapat pujian. Maka datanglah dia ke Cendana. Tapi celaka, disitu sudah ada kelompok Wiranto yang duduk bersama-sama dengan Soeharto dan putra-putrinya. Rupanya disitu Wiranto “mengadukan” tentang manuver Prabowo yang mengindikasikan dia runtang-runtung dengan Habibie dan para aktivis. Saat dia tiba, Mamiek langsung menghardik Prabowo dengan kasar sambil mengacungkan telunjuk hanya satu inci dari hidung Prabowo. Sambil berkata, “Kamu pengkhianat! Jangan injakkan kakimu di rumah saya lagi!” Prabowo keluar menunggu sambil bilang, “Saya butuh penjelasan”. Titiek –istri Prabowo- hanya bisa menangis, lalu dia pulang. Saat itu sesungguhnya Prabowo sudah dikalahkan, kalah oleh lobi dan pendekatan Wiranto yang meyakinkan. Dalam kondisi gamang seperti itu memang Soeharto sangat rentan menerima informasi yang dipelintir. Hal yang sama akan terulang kembali pada Habibie. Kali ini Wiranto sendiri mengakui ada informasi yang salah ditangkap Habibie dari dirinya.

Sementara itu Habibie yang merasa terancam dengan rencana pembentukan Kabinet Reformasi mengeluarkan kartu As-nya. Dia dan 14 menteri ekuin di bawah Ginandjar Kartasasmita menyampaikan keberatannya untuk menjadi bagian dari Kabinet Reformasi. Soeharto merasa benar-benar terpukul atas kejadian terakhir ini karena merasa ditinggalkan. Apalagi diantara mereka ada yang dianggap sebagai orang-orang yang dia “selamatkan”. Malam itu Soeharto terlihat gugup dan bimbang. Suatu kejadian langka. Namun disaat-saat penuh kekecewaan itu hadir sahabat-sahabat sejati yang menunjukkan kesetiaannya. Malam itu hadir di Cendana para mantan wapres menyampaikan dukungannya; Umar Wirahadikusuma, Sudharmono, Try Sutrisno. Sekitar pukul 23:00 WIB Soeharto memanggil Yusril Ihza Mahendra, Saadilah Mursayaid, dan Wiranto. Beliau menyampaikan bahwa besok akan menyerahkan kekuasaan kepada Habibie. Esok paginya, Harmoko, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, Fatimah Ahmad, dan Ismail Hasan Metareum menemui Soeharto di ruang Jepara.
“Ada dokumen lain lagi?” Tanya Soharto.
“Tidak Pak.” jawab Harmoko.
“Baik kalian tunggu saja disini, saya akan melaksanakan pasal 8 UUD 45.” Tutur Soeharto.
Di Credential Room Soeharto bertemu Habibie tetapi Soeharto melengos. Soeharto sangat sakit hati dengan murid kesayangannya ini. Selesai menyampaikan pidato pengunduran dirinya, dia menyalami Habibie dan kembali ke ruang Jepara. Kepada para pimpinan DPR/MPR itu dia berkata, “Saya sudah bukan presiden lagi”. Mbak Tutut sembab matanya karena menangis. Harmoko melongo. Pagi itu adalah pertemuan terakhir Soeharto dan Habibie. Bahkan saat kritis menjelang ajalnyapun Habibie dilarang menemui Soeharto.
Hubungan Soeharto dan Habibie adalah hubungan panjang dua manusia yang berhasil menjadi pemimpin negeri ini. Soeharto sudah mengenal Habibie sejak Habibie masih anak-anak. Bahkan saat ayah Habibie meninggal Soeharto-lah yang menyolatkannya. Soeharto-lah yang menutupkan mata ayah Habibie saat meninggal dunia. Bahkan dalam buku biografinya Soeharto tidak segan-segan menunjukkan kepercayaan dan rasa sayangnya terhadap Habibie. Soeharto pula yang mengirim utusan untuk menjemput Habibie di Jerman untuk kembali ke Indonesia. Kita belajar dari sini. Bagaimana demi kedudukan hubungan umat manusia yang begitu dalam mampu dikorbankan.

Sekitar pukul 23:00 WIB Prabowo dan Muhdi bertemu dengan Habibie di kediamannya untuk memberi dukungan pada presiden baru. Namun keesokannya pada tanggal 22 Mei, selesai Sholat Jumat Prabowo mendapat kabar mengejutkan. Bagai petir di siang bolong, Prabowo di Makostrad ditelepon Mabes AD, diminta menanggalkan benderanya. Perintah itu tak lain artinya bahwa jabatannya dicopot. Prabowo mengingat perkataan Habibie jauh sebelumnya, “Prabowo, kapan pun kamu ragu temui saya, jugan pikirkan protokoler!” Maka Prabowo menemui Habibie yang sudah menjadi presiden dan berkata, “Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya.” Habibie menjelaskan kalau dia mendapatkan laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan istana. Prabowo minta setidaknya 3 bulan di Kostrad. Habibie menolak. “Tidak, sampai matahari terbenam anda harus menyerahkan semua pasukan!” Dari sini kembali terlihat, untuk kedua kalinya Prabowo dikalahkan oleh lobi dan pendekatan Wiranto. Kelak, Wiranto sendiri mengakui bahwa ada kemungkinan informasi yang diberikan diterima secara salah oleh Habibie. Namun kesalahpahaman apapun itu, Prabowo sudah terlanjur menjadi pihak yang dirugikan. Hancurlah karir militer yang begitu gilang gemilang.

Kita tidak pernah tahu apakah baik Soeharto maupun Habibie sama-sama salah mengartikan informasi yang disampaikan Wiranto, atau memang ada kesengajaan melakukan miss-informasi terhadap Prabowo mengingat persaingan internal ABRI saat itu. Demikian akhir tulisan singkat mengenai Sang Jenderal Terbuang. Semoga menambah wawasan dan menjadi pelajaran bagi kita semua.

@mb wida

Selasa, 20 Mei 2014

Dakwah Adalah Cinta

Memang seperti itulah dakwah...
Dakwah adalah cinta
Dan......
Cinta......
Akan meminta semuanya darimu
Sampai pikiranmu...
Sampai perhatianmu....
Berjalan.....
Duduk....
Dan tidurmu.....
Bahkan ditengah lelapmu...
Isi mimpimu pun
TENTANG UMAT YANG KAU CINTAI
Menyedot saripati energimu...
Sampau tulang belulangmu....
Sampai daging terakhir...
Yang menempel ditubuh rentamu...
Tubuh yang luluh lantak di seret-seret
Tubuh yang hancur lebur di paksa berlari....
Dakwah
Bukannya tidak melelahkan
Bukannya tidak membosankan
Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kekufuran
Tidak!!!!
Justru kelelahan itu...
Justru kesakitan itu...
Selalu bersama mereka....
Sepanjang hidup mereka...
Setia hari....
Kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi...
Dengan amalan yg jauh lebih tragis...
Justru karena rasa sakit itu slalu mereka rasakan, selalu menemani...
Juatru karena rasa takut itu slalu mengintai ke manapun mereka pergi...
Akhirnya menjadi adaptasi
Kalau iman dan godaan rasa lelah bertwmpur...
Pada akhirnya...
Harus ada yang mengalah...
Dan rasa lelah itu sendiri yg akhirnya lelah untuk mencekik iman...
Lalu terus berkobar didalam dada
Begitupun juga dengan rasa sakit....
Luka tak kau anggap lagi sebagai luka...
Hingga hasrat utk mengeluh tdk trlalu menggoda...
Dibanding dg jihad yg begitu CANTIK
maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak.....
Jasadnya di koyak beban da'wah....
Tapi iman di hatinya memancarkan cinta...
Mengajaknya tuk berlari....
Teruslah bergerak hingga kelelahan itu lelah mengikutimu...
Teruslah berlari hingga kebosanan itu bisan mengejarmu...
Teruslah berjalan hingga keletihan letih bersamamu...
Teruslah bertahan hingga kefuturan futur menyertaimu....
Teruslah berjaga hingga kelesuhan lesu menemanimu...

Dikutip dari Tulisan:
Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah

Selasa, 13 Mei 2014

Untuk Sahabat Pelajar Islam

Wahai Pemuda Pelajar Islam yang luarbiasa!!! Telah diajari kepada kalian wahyu untuk bertutur kata yang mulia dan berucap yang Indah, hilangkan dalam kamus bahasamu kata-kata makian, cacian, kutukan, dan hinaan. Bersihkan lidahmu dari kata-kata yang tidak pantas!!! Sucikan mulutmu dr kata2 yg buruk, hormati para malaikat yang mencatat setiap ucapanmu!!!

Allah SWT berfirman dalam surat Qaf:18 yang artinya "tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yg slalu hadir."

Wahai sahabat Pelajar Islam!!!!
Buang jauh2 kata-kata penuh dosa, sumpah serapah, kebohongan dan kesia-siaan dari lidah kalian!! Gantilah kata-kata kalian dengan kata2 yg indah, ucapan yang baik dan tutur kata yg paling enak didengar. Dalam Firman Allah "Dan katakan kepada hamba-hambaKu, hendakah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik" (Al-Isra: 53)

Sya sarankan kepada kalian sahabat Pelajar Islam!!! Jauhilah kata-kata yang mengandung dosa, karena kata-kata seperti itu bisa menyulut peperangan, menambah konflik, membuat marah Tuhan, dan melukai hati. Betapa banyak kepala berjatuhan akibat kata-kata. Betapa banyak leher di pegal akibat penggal ucapan.

Oleh karna itu, bertakwalah kepada Allah dan ucapakanlah kata-kata yang baik atau lebih baik diam. Dengan begitu Allah akan meluruskan amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.

Kamis, 08 Mei 2014

Menjemput Jodoh

Cinta adalah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia. Setiap makhluk di muka bumi ini pasti menginginkan seseorang yang dicintainya menjadi pasangan hidupnya. Tapi, adakalanya Allah yang Maha Penyayang menakdirkan seseorang tidak hidup berdampingan dengan orang yang dicintainya. Sifat manusia yang lemah dan berkeluhkesah, terkadang tidak memahami apa hikmah yang ada di balik Kasih Sayang-Nya.

Allah Berfirman, “Boleh Jadi  kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah: 216)

Agar cinta tidak berujung kepada kesedihan dan kekecewaan, hendaklah manusia senantiasa menggantungkan harapannya hanya kepada Allah. Karena Dialah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Islam sangat memberikan perhatian yang besar terhadap fitrah berupa cinta yang dianugrahkan Allah terhadap hamba-Nya. Bahkan menjunjung tinggi kesucian dalam cinta tersebut.
Tetapi manusia harus memahami, bahwa cinta kita terhadap apapun tidak boleh melebihi kecintaan kita terhadap Allah dan Rasul-Nya. Maka, tempatkanlah cinta tersebut hanya karena Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya, bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi suatu hari nanti dia menjadi orang kamu cintai.” (H.r. Tirmidzi)

Simpanlah rasa cinta yang Allah anugerahkan dengan menjaga kesucian cinta dari-Nya. Karena sesungguhnya cinta yang terucap sebelum adanya akad pernikahan hanyalah dusta. Karena cinta yang sesungguhnya hanya akan terucap setelah akad pernikahan, dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Yaitu suami atau istri yang sudah halal dalam ikatan pernikahan.

Allah ridha terhadap orang yang menjaga kesucian cintanya dan akan memberikan berkah atas cinta tersebut. Jodoh manusia telah tertulis di Lauhul Mahfuzh, bahkan sebelum kita diciptakan. Allah tidak akan salah mentakdirkan jodoh seseorang. Takdir dari Allah begitu indah bagi hamba-Nya yang beriman. Wahai akhi dan ukhti yang sedang berada dalam penantian, jagalah kesucian cinta yang dimiliki agar Allah memberikan keberkahan pada waktu yang telah ditentukan. Jangan pernah berhenti untuk terus berdoa.
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’” (Q.s. al-Mu’min: 60)

Luruskan niat selama penantian. Boleh jadi, ketika jodoh tak kunjung datang, karena niat di hati belum ikhlas karena Allah. Boleh jadi, niat kita masih tercampur oleh ego, keinginan dan kriteria pasangan yang mungkin itu menjadikan hati belum bisa ikhlas karena Allah. Terus berusaha dan ikhtiar, sambil memperbaiki diri dan bersabarlah dalam keistiqomahan selama penantian. Walalupun terkadang muncul rasa jenuh serta keraguan. Dan jika apa yang kita inginkan belum tercapai, jangan tergesa-gesa kecewa, karena pilihan Allah pastilah yang terbaik.
Yakinlah dengan doa yang kita panjatkan. Yakinlah bahwa Allah Maha Mendengar. Biarlah doa-doa yang kita panjatkan menempuh takdirnya sendiri. Karena Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. teruslah memohon dan jangan pernah berputus asa. Yakinkan dalam hati, bahwa sebaik-baik takdir adalah takdir dari-Nya atas apa yang telah kita minta lewat doa.

Wallahu A’lam.

#dakwatuna
#semangat menjaga

Rabu, 07 Mei 2014

Inilah 12 Kesesatan LDII dan Modus Operandinya

Islamedia.co - Informasi kesesatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sudah banyak tersebar, namun masih sedikit publik yang memahami kesasatanya dibagian mana. Berikut pemaparan lengkap tentang LDII dan 12 Kesesatanya dan Modus Operandinya:
 

Diskrispi Islam Jamaah, Darul Hadits, LEMKARI atau LDII

Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).

Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah atau Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.

Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia). [1]

Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.”[2]

Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).

Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku –kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya.[3]
Sistem Manqul

LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah : ”Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu.”[4]

Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.

Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .

“Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.” (Syafi’i dan Baihaqi)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaiman atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat denga apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah).

Padahal Allah menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS Az-Zumar : 17-18).

Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/ wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. [5]

Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya: 
Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bukti Kesesatan dan Fatwa Sesat

Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa: 

LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” [6] 
Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi.”[7] 
Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG.[8] 
Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya di-pol-kan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.”[9]
Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII. Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar.[10]
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” [11] 
LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!”[12]
 
 
Modus Operandinya 

LDII engajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan duit.

Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.

Kasus tahun 2002/2003 (disebut kasus Maryoso) ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah.[13]
________________________________

[1] Lihat Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267

[2] lihat situs: alislam.or.id

[3] Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001

[4] Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24

[5] Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260

[6] Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah

[7] Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8

[8] Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280

[9] CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman

[10] Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004.

[11] Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI

[12] Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31

[13] Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004.